Surat Untukmu, Sayang


Bagaimana aku akan memulai menceritakan kisah ini padamu sayang? Aku takut kau tak mengerti, atau mungkin kau akan bosan, kemudian menganggapku berlebihan menghadapi semua ini. Tapi sungguh aku tak bohong. Semua ini selalu mengganggu tidurku.

Bagaimana sayang yang kau limpahkan padaku aku tak pernah ragu sedikitpun. Sejuta kasih yang kuterima bahkan lebih dari cukup bagiku. Perhatian yang tak ada habisnya kadang bahkan membuatku tak mengerti mengapa kau begitu menyanjungku.

Aku bersyukur pada tuhan yang memberiku kasihnya lewat dirimu, dan mengirimu untukku. Kau dengan senyum menawan dan kulit coklatmu. Padaku yang masih saja tak berterima kasih atas semua yang diberi-Nya.

Sayang, kalau saja kau tahu aku sangat bersyukur mendapat segalanya darimu? Kalau saja kau mengerti bagaimana menjadi aku? Tapi, kita berbeda, jadi tak mungkin kau tahu bagaimana rasanya saat ini dalam hatiku.

Aku tak pernah bisa mencintai. Maksudku, aku tak pernah benar-benar menyayangi orang lain sepenuhnya. Dan sungguh akupun tak mengerti kenapa. Rasanya selama ini yang sungguh kucintai hanya diriku sendiri dan keluargaku. Sisanya semua seperlunya saja. Aku sering yakin bahwa kalau orang sudah mencintai dengan sepenuh hati itu adalah awal dari kebodohan dan kehancuran seseorang. Saat kamu menyayangi seseorang dengan sepenuh hati, pada saat itu pula orang itu akan menjadi pusat kelemahanmu. Dan kamu tahu sayang? Aku tak pernah sedikitpun rela ketahuan lemah oleh orang lain, apalagi kalau sampai orang lain tahu titik lemahku. Aku tak nyaman.

Sekarang kalau kau tanya bagaimana hatiku? Atau bagaimana posisimu dalam diriku, aku jawab kau adalah santa yang datang membawa hadiah kejutan di malam natal dan meletakkannya dalam kaus kaki merahku. Dan aku adalah seorang anak berumur 6 tahun dengan rambut keriting mengembang. Aku harap kau mengerti maksudku.

Hari ini mungkin hatiku tak siap. Entah besok. Atau sesaat setelah kau membaca suratku ini. Kemana hatiku menuju pun masih menjadi rahasia besar yang sama sekali gelap bagiku. Dimana hatiku akan berhenti dan menepi pun tak cukup jelas kuketahui. Sungguh aku tak tahu apa-apa, dan tak mengharap apapun. Aku juga tak memaksa kau selalu menyenandungkan kasihmu untukku, aku cukup tahu diri sayang. Aku tak ingin kau menanti hal yang akupun tak mengerti.

Hari ini kuputuskan aku masih akan memegang teguh keinginanku atau mungkin egoku yang tak menginginkan aku menghadapi kelemahan yang baru. Kelemahan yang bernama cinta.

Sungguh aku ingin jatuh cinta, dicintai dan menjalin cinta. Tapi egoku terlalu tinggi untuk merelakan harga diriku terlepas begitu saja atas nama cinta.

Jadi, siapapun itu, termasuk kau sayang, tak tahulah aku pada siapa kelak aku mau merelakan hatiku akan diletakkan dan kupercayakan. Namun yang jelas hingga saat ini aku masih lebih mempercayai diriku sendiri untuk menjaga hatiku dari banyak kemungkinan.

0 komentar:

Posting Komentar

leave your footprint here ;)