Still Jakarta. Meh



Mianhae...
Gua sungguh merasa sangat bersalah, cus i let myself do nothing with my head, heart, brain, hand, time, and this blog. Am just let it passed. Gahhh!!.
Berbulan-bulan lamanya, i let myself to do nothing, gua ga nulis, boro-boro update blog, bahkan nulis corat-coret ngawur aja ga pernah. So dumbass. Sesungguhnya gua ngeri dengan diri gua yang saat ini, tapi apa mau dikata, terkadang semakin dekat jarak kita dengan segala hal yang memudahkan macam smarphone, nggak selalu membantu kita menjadi semakin kreatif dan produktif. Faktanya, dalam kasus gua, gua malah semakin malas dan tenggelam dalam hal-hal tidak penting entah karena alasan apa. 

https://www.google.com/search?q=stuck+meme&client=firefox-a&hs=HMb&rls=org.mozilla:id:official&channel=fflb&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ei=uUGyVOLHDJSiugSdjoGQDg&ved=0CAgQ_AUoAQ&biw=1366&bih=696#imgdii=_&imgrc=V3EzAIrLopRNLM%253A%3Bs35R1TlBk7dJXM%3Bhttp%253A%252F%252Fcdnpix.com%252Fshow%252Fimgs%252F419bd5f0536b2da3535a5739a64b6deb.jpg%3Bhttp%253A%252F%252Fmuchpics.com%252Fpanda-meme-i-think-im-stuck%252F%3B403%3B403

Weeelll, that’s an epic opening for my post today.

Lets start dengan fakta yang terlewat begitu saja ; 6 month left sejak pertama kali gua menginjakkan kaki di ibu kota.

Dalam doa gua dahulu kala di masa-masa kritis setelah gua lulus kuliah dan ababil, gua berdoa semoga tuhan menempatkan gua kerja di Kota Bandung, atau Bali, atau Yogyakarta, atau Purwokerto, atau Tasikmalaya. Atau mana saja.

Dan gua, dengan jumawanya, meminta pengecualian  kepada tuhan;
Jangan berikan gua Jakarta. Karena gua takut dengan jakarta. Karena gua sesak melihat jakarta.

Kenapa? Entah. Mungkin karena Jakarta di kepala gua, adalah tempat dimana seluruh manusia dari penjuru negeri menuju, dan memburu, setiap waktu. Atau mungkin gua belum bisa menghapus trauma gua pas kecil dulu, jaman TK, gua lomba mewarnai di Dufan, menjelang pulang, gua merengek pengen eskrim. Dan gua inget kalo tuh tukang Pedel Pop masih ada di samping bis kita, gua juga masih inget emak gua udah tidur ayam waktu gua maksa beliau kasih uang jajan. Akhirnya gua turun dari bis sendiri, dan ternyata tukang eskrimnya udah menghilang entah kemana, harusnya waktu itu gua naik lagi ke atas, terus nangis-nangis sama enak gua biar dicariin tukang esnya, atau dicariin sama guru TK gua, ato apalah caranya. Tapi ternyata waktu itu gua memutuskan untuk pergi sendiri dan mencari tuh tukang eskrim, yang rasa manis cokelatnya sampe sekarang pun masih terbayang. Dan tentu saja itu bapak bapak bisa gua temukan. Berbahagialah gua saat itu, eskrim yang gua impikan akhirnya bisa gua beli.
Kemudian.
 
Setelah gua pegang eskrimnya, gua jamah bungkusnya, dan mulai gua gigit ujung atasnya.
Gua melihat sekeliling.
 
Sepertinya saat gua berangkat mencari tukang eskrim, gua ga pake penanda layaknya anak pramuka kalo menjelajah hutan. Ah iya kan gua masih TeKa waktu itu, jadi belum ada ekskul Pramuka. Jadi ga memperhatikan perlunya membuat penanda.

Atau mungkin pada saat gua cari tukang eskrim tak ada yang gua perhatikan selain eskim itu sendiri.

Karena setelahnya, gua nggak inget apapun. Yang gua inget adalah gua kehilangan bis yang seharusnya ada tak jauh dari bapak eskrim itu. Gua ingat menatapi satu persatu bis yang parkir berjajar dan tak mengenali satupun dari mereka. Gua inget kepala gua mulai pusing, dan asma gua mulai berasa lagi, gua inget pake baju terusan item corak bunga merah pink kecil, dan fase bingung itu semakin meningkat jadi panik.gua berada di tempat yang nggak gua kenali, dan gak gua kenal, dan orang-orang berbicara dengan bahasa yang hanya bisa gua saksikan di tipi bukan bahasa sunda yang biasa gua pake sehari-hari. Ah tapi hebatnya gua, gua tak sampai menangis, gua masih berjalan mencari dalam kesesakan yang muncul tak tahu karena asma gua, atau karena memang banyak orang disana, atau karena kepanikan yang bertambah. Dan Syukur alhamdulillah, puji syukur kepada allah SWT, di ambang pintu bis Budiman itu, guru TK gua berdiri dengan wajah panik melambaikan tangannya kepada gua, bagaikan malaikat penyelamat.

Ya. Seperti itulah kira-kira penyebab ketidak sukaan gua dengan Jakarta. Sebuah tempat yang hampir membuat gua terpisah dari akar gua. Walopun sebenernya itu lebih ke salah gua sendiri sih, tapi mau gimana lagi? Yang gua inget sekarang kan ya gua trauma sama jakarta. Yang terisisa dari jakarta di dada gua yang Kesesakan yang menghimpit, kuota kendaraan yang makin hari makin tak masuk akal, dan manusia yang tak hentinya bertaruh dengan ibukota tersayang ini.

Hah.

Jadi begitulah kiranya kenapa gua memberi sebuah doa pengecualian berupa jakarta. Bah!!
Sombong sekali makhluknya yang satu ini, sampai-sampai mengajukan syarat kepada penciptanya? Tahu apa aku soal hidupku?. Lalu akhirnya, dengan kemahaan-Nya, tuhan membawaku ke sini. 

Jakarta. 

Sudah berlalu 6 bulan. dan dalam tiap harinya, tak sedikitpun gua pernah mencoba untuk benar-benar beradaptasi dengan tanah ini, selalu doa gua adalah tuhan membawa gua ke tanah harapan itu. The land where am supposed to be, not here. Ya mungkin gua sendiri menyadari, dalam kapasitas diri gua sendiri yang mudah sekali terbawa arus, gua tak akan mampu menahan gelombang manusia jakarta, gaya hidup, sudut pandang, cara pandang, dan kemampuan diri untuk tertawa. Gua terlalu takut untuk berubah, gua takut jika gua berubah ke arah yang ga bisa gua kontrol, dan ga gua ketahui.

Tapi ya bagaimana? Tuhan pasti jengkel setengah mati sama gua yang masih ngeyel aja nggak ingin di jakarta. Hahaha.

0 komentar:

Posting Komentar

leave your footprint here ;)