Why Do We Need A School?




Masih  nyambung sama posting sebelumnya. Beberapa waktu yang lalu, saat pulang ke rumah, gua terlibat obrolan aneh *as always* sama adek laki gua. Waktu itu dia cerita soal dirinya pas masih jaman SMA. Kerjaan dia yang “seneng” ngetes guru-gurunya, dia yang sekolah seenaknya. Di obrolan itu, dia cerita suatu waktu dia ketemu sama guru BP-nya di warung makan. Setelah basa-basi ngobrol ngalor ngidul, dia kemudian ditanya begini

Pak Guru : “Kamu ini sebenernya maunya apa?”.

Adek Gua : “Saya mah ngga kepengen apa-apa koq pak, Cuma tujuan sekolah saya kan memang Ijazah doang, jadi yang penting saya lulus, dapet ijazah. Selesai.”.

Gua ternganga denger cerita dia, bukan karena adek gua segitu beraninya ngomong sama gurunya *adek gua emang punya urat songong lebih kenceng dibanding gua* yang bikin gua shock adalah gua nggak nyangka kalo adek gua punya pikiran segitu doang soal sekolah.

Gua selama ini jarang berpikir soal ini; sekolah, tujuan akhir, apa yang gua mau, apa hubungan sekolah dengan tujuan hidup gua, dan sebagainya. Selama ini gua berpikir bahwa sekolah adalah bagian dari perjalanan hidup yang perlu gua jalani. No need to ask why. Karena sudah begitu harusnya. Yang paling banter dipikir adalah “Gua abis ini mau lanjut kemana ya?”. Nggak pernah berpikiran “Abis ini gua lanjut sekolah apa enggak ya?”. Gua pikir itu pertanyaan aneh. Yang namanya hidup itu, anak-anak, sekolah, lulus, kerja, dan jadi orang tua. Untuk bisa sampe fase kerja, kita perlu sekolah. Yeahh... sedikit banyak gua punya konsep kalo sekolah menjadi jaminan kita bakal dapet kerja.

Tapi kemudian demi mendengar kalimat adek gua, mau gak mau gua jadi mikir juga. Adek gua, yang jalan pikirannya entah bagaimana, dan nggak pernah bisa gua prediksi, juga jarang-jarang bisa gua mengerti bikin gua terhenyak.

Selama ini gua sekolah SD, SMP, SMA, even Kuliah, Cuma buat dapetin sebuah lembaran bernama ijazah, yang akan menjamin kita kerja lebih mapan dibanding lulusan dengan grade lebih rendah, apalagi yang nggak sekolah sama sekali. Baru kali ini gua berpikir, kalo gua selama ini secara nggak sadar meyakini, orang nggak akan bisa survive dan nggak akan bisa apapun kalo nggak sekolah.

Sebuah pola berpikir yang ternyata salah.

Kemudian, saat memperhatikan satu persatu orang di sekitar gua, seumpama, temen gua yang lulus SMA kemudian ngelamar kerja di pabrik, gua mau nggak mau gemes juga; buat apa kita sekolah 3 taun lamanya, belajar matik, ngapalin sejarah, ngapalin segala macem definisi dan teori di sosiologi, jungkir balik ngebongkar rumus fisika, diberdiriin di depan kelas gara-gara ga ngerjain peer matematika (ini si emang jelas salah). Terus pada akhirnya kerjanya nongkrong di toko, paling banter kerja mejetin kalkulator sama nulis nota?. Apa kerja begitu pake rumus fisika?.

Kenapa kita nggak masuk sekolah yang tagnya adalah “Bagaimana menjadi pegawai toko yang baik”, atau “101 langkah menjadi sales yang sukses menarik konsumen”. Dan silabus yang disusun disana berhubungan dengan tujuan akhir siswanya, mereka nggak perlu njelimet ngurusin harus beli buku paket Kimia yang tebel banget, dan nggak perlu kerepotan bikin gambar peta buat pelajaran Geografi.

Kalo memang purposenya adalah ijazah, yang menjamin seorang anak akan lebih bertanggung jawab dan meyakinkan dalam kerjanya.

Tujuan awal seseorang juga akan mempengaruhi proses dan akhir dari perjalanan hidupnya sendiri. Memang yang bertujuan awal kuliah di jurusan kimia dan menjadi profesor di bidang kimia, tak akan bermasalah dengan pelajaran atom-atom itu. Yang punya passion di Ekonomi, dan ingin menjadi Ekonom sekelas Sri Mulyani dan bercita-cita jadi presiden World Bank nggak keberatan sama pelajaran ekonomi dan kawan-kawannya.

Cuma kalo anak yang tujuan awal sekolahnya aja udah kaya adek gua?? Yang penting gua punya ijazah. Tring...! selese. Ya paling ujung-ujungnya kaya adek gua. Sekolah kalo lagi mood, di kelas sering bikin guru senewen karena ga bikin peer, dan masuk pelajaran pilih-pilih.

Mungkin ada yang perlu diperbaiki dalam sistem sekolah kita, atau ada yang harus diluruskan lagi dalam pikiran mereka yang ingin lanjut sekolah, dan para orang tua, yang mungkin saja punya pikiran yang kurang lebih sama kaya adek gua. Dan bagi gua, bener-atau tidak, adek gua merupakan representasi pikiran dari banyak anak di muka bumi indonesia ini. Entah siapapun yang memulai konsep berpikir macam begini, tapi bagi gua, selalu ada penyebab kenapa orang-orang pada umumnya jadi punya pikiran macam begini. 

Mengutip kata-kata penulis favorit gua Andrea Hirata, bahwa “Sekolah tidak mengajarkan kita apa-apa yang harus dipikirkan, sekolah mengajarkan kita cara berpikir”.

Bahwa sekolah bukan camp militer yang penuh rules, dimana yang ranking 1 selalu jadi nomer 1, dan yang bermasalah selalu jadi yang dipersalahkan. Kalau sekolah idealnya mengajarkan cara kita berpikir, kemudian faktanya banyak anak berpikir kurang lebih sama untuk hidupnya, buat gua, ada yang salah didalamnya. Jangan jangan kalimat Andrea Hirata ini di indonesia sudah terbalik menjadi

“Sekolah tidak mengajarkan kita cara berpikir, Sekolah mengajarkan kita, apa-apa yang perlu dipikirkan”.

Tragic.





0 komentar:

Posting Komentar

leave your footprint here ;)